Definisi Menurut pengertian bahasa (literal), al-istiqaamah bermakna al-i’tidaal (lurus). Jika dinyatakan “istaqaama lahu al-amr”, maknanya adalah tegak lurus. Seperti halnya firman Allah swt, “Tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepadaNya”. [TQS al-Fushshilat (41): 6]. Makna “istiqamah” pada ayat ini adalah tegak lurus untuk selalu menghadap kepada Allah swt, tanpa berpaling kepada yang lain. Istiqaamah juga bermakna al-istiwaa` (lurus dan setimbang). Makna semacam ini bisa dijumpai di dalam surat al-Fushilat, “Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah, kemudian beristiqamah..”[TQS al-Fushshilat [41]:30] Makna istiqamah di dalam ayat ini adalah melaksanakan ketaatan dan berpegang teguh kepada sunnah Nabi saw. Menurut al-Aswad bin Malik, ayat ini bermakna, “Janganlah kamu menyekutukan Allah swt dengan apapun”. Sedangkan Qatadah mengartikan istiqamah pada ayat itu dengan “teguh” untuk selalu mentaati Allah swt. [Imam Ibnu Mandzur, Lisaan al-’Arab, juz 12/ 499]

Ada pula yang menafsirkan “istiqamah” dalam surat al-Fushshilat ayat 30 dengan, “beriman kepada Allah dan tidak pernah mengotori keimanannya dengan kedzaliman”. Ada pula yang mengartikan dengan, “tidak berbuat dosa dan tidak mencemari imannya dengan kesalahan”. Sedangkan menurut Imam Qurthubiy, istiqamah adalah tegak lurus atau konsisten untuk selalu mentaati Allah swt, baik dalam keyakinan, perkataan, dan perbuatan, kemudian tetap dalam kondisi semacam itu secara terus-menerus”. [Imam Qurthubiy, Tafsir al-Qurthubiy, juz 15/358]

Di dalam Tafsir al-Baidlawiy, Imam Baidlawiy, menyitir riwayat dari Khulafaur Rasyidin, menyatakan, “Istiqamah adalah al-tsabat (teguh) dalam iman, ikhlash dalam amal dan menunaikan seluruh kewajiban.” [Imam al-Baidlawiy, Tafsir al-Baidlawiy, juz 5/114]

Hukum Istiqamah di Jalan Allah

Pada dasarnya, Allah swt telah mewajibkan Rasulullah saw dan kaum Mukmin untuk selalu istiqamah di jalan Allah swt. Di dalam sebuah ayat, Allah swt berfirman yang bemaksud;

“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang Telah Taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.[TQS Huud (11) : 112]

Tatkala Allah swt memerintahkan beragam perintah, mulai dari tauhid, kenabian, dan sebagainya, Allah swt memerintahkan kepada Rasulullah saw untuk beristiqamah (teguh dan konsisten) atas apa yang telah diperintahkan kepadanya. Perintah istiqamah di sini mencakup perkara-perkara ‘aqidah dan syariat (amal). Tugas ini tentunya sangatlah berat. Wajar saja Rasullah saw pernah bersabda, “Rambutku beruban karena surat Huud”. [Imam al-Baidlawiy, Tafsir al-Baidlawiy, juz 3/266]

Imam Qurthubiy menjelaskan; ayat ini merupakan perintah kepada Nabi saw dan kepada umatnya untuk istiqamah. Menurut Ibnu ‘Abbas, tak ada ayat yang diturunkan kepada Nabi saw yang lebih berat dan sulit dibandingkan surat Huud ayat 112. Oleh karena itu, tatkala beliau saw ditanya para shahabat, “Sungguh, anda cepat sekali beruban”. Rasulullah saw menjawab,”Aku beruban karena surat Huud dan suadara-saudaranya”.[Imam Qurthubiy, Tafsir al-Qurthubiy, juz 9/107]

Di dalam kitab Fath al-Qadir, Imam Syaukani menuturkan, “Fastaqim kamaa umirta, maknanya adalah beristiqamahlah seperti yang telah diperintahkan kepadamu, yakni semua hal yang diperintahkan Allah swt. Jadi perintah istiqamah di sini mencakup semua hal yang diperintahkan dan dilarang Allah.”[Imam Syaukaniy, Fath al-Qadiir, juz 2/529]

Perintah untuk istiqamah di atas jalan Allah juga disitir di dalam sunnah. Dari Abu ‘Amr diriwayatkan bahwasanya ia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah saw, “Ya Rasulullah, ajarkanlah kepada saya suatu ucapan yang ada di dalam Islam, yang tak seorangpun bisa mengatakannya kecuali diri Anda. Rasulullah saw menjawab, “Katakanlah saya beriman kepada Allah, lalu teguhlah kamu dalam pendirianmu itu”.[HR. Imam Muslim]

Dari Abu Hurairah ra diriwayatkan, bahwasanya Nabi saw bersabda, “Biasa-biasa sajalah kamu sekalian di dalam mendekatkan diri kepada Allah, dan berpegang teguhlah kamu sekalian terhadap apa yang kalian yakini. Ketahuilah, tak ada seorangpun diantara kalian yang selamat karena amalnya. Para shahabat bertanya, “Tidak juga Anda, Ya Rasulullah?” Nabi menjawab, “Tidak juga saya, kecuali jika Allah melimpahkan rahmat dan karuniaNya”.[HR. Imam Muslim]

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa istiqamah di jalan Allah; yakni selalu konsisten dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya adalah kewajiban bagi seluruh kaum Muslim, tanpa ada pengecualian.

Keutamaan Istiqamah di Jalan Allah

Orang yang istiqamah di jalan Allah, niscaya akan mendapatkan banyak keutamaan. Allah swt telah menjelaskan masalah ini dengan sangat jelas di dalam al-Quran. Diantara ayat-ayat yang berbicara tentang keutamaan istiqamah adalah ayat berikut ini maksudnya;

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. [TQS Fushshilat (41]:30]
“Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.[TQS al-Fushshilat [41] :
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, Kemudian mereka tetap istiqamah. Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.”[TQS Al Ahqaaf (46) : 13]
Ayat-ayat di atas menjelaskan dengan sangat gamblang, bahwasanya orang yang istiqamah di jalan Allah akan memperoleh banyak keutamaan, Diantara keutamaan-keutamaan tersebut adalah:

Pertama, Allah akan menurunkan malaikat kepada orang-orang yang beriman dan beristiqamah di jalan Allah. Malaikat tersebut menghibur dengan ucapan, “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih, dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. Ibnu Zaid dan Mujahid menyatakan; malaikat akan diturunkan kepada orang tersebut menjelang kematiannya. Muqatil dan Qatadah berpendapat; malaikat akan diturunkan saat ia dibangkitkan dari kubur. Sedangkan menurut Ibnu ‘Abbas, ini adalah kabar gembira dari malaikat untuk mereka kelak di akherat. Ibnu Zaid dan al-Waqi’ menyatakan, kabar gembira tersebut akan disampaikan di tiga tempat; pertama, menjelang kematiannya; kedua, ketika berada di dalam kubur, dan ketiga, saat dibangkitkan dari kubur. [Imam Qurthubiy, Tafsir al-Qurthubiy, juz 15/358]

Kedua, malaikat akan menjadi penolong (wali) orang yang istiqamah di kehidupan dunia dan akherat. Menurut Mujahid, malaikat akan menjadi kroni orang-orang yang istiqamah di kehidupan dunia, dan kelak di akherat, malaikat itu tidak akan berpisah dengan orang tersebut hingga ia masuk ke dalam surganya Allah. Al-Sudiy menyatakan, malaikat akan menjadi penjaga amal orang yang istiqamah di kehidupan dunia, dan penolong di hari akhir. [Imam Qurthubiy, Tafsir al-Qurthubiy, juz 15/360]

Di ayat lain, al-Quran juga menyatakan dengan sangat jelas, orang yang beristiqamah di jalan Allah akan mendapatkan anugerah harta dan keberkahan yang melimpah ruah. Allah swt berfirman;

“Dan bahwasanya: Jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak)”. [QS Al Jin (72): 16]

Diriwayatkan dari Ibnu Abi Hatim, dari Ibnu ‘Abbas ra, bahwasanya makna ayat ini adalah; jika mereka melaksanakan apa yang diperintahkan kepada mereka, niscaya mereka akan mendapatkan kenikmatan. Dituturkan juga dari ‘Abdu bin Hamid dan Ibnu Mundzir dari Mujahid; makna ayat ini adalah, seandainya saja mereka konsisten untuk mentaati Allah dan semua yang diperintahkan Allah kepada mereka, niscaya Allah akan memberi mereka harta yang sangat banyak, hingga mereka menjadi kaya raya. ‘Abdu bin Hamid dan Ibnu Mundzir juga menuturkan sebuah riwayat dari Mujahid, bahwasanya makna ayat di atas adalah; seandainya mereka konsisten dan teguh di atas jalan Islam, niscaya Allah akan memberi mereka harta yang melimpah ruah.

Imam Baidlawiy, tatkala menafsirkan surat Jin ayat 16 di atas, beliau menyatakan, seandainya jin dan manusia istiqamah di jalan Allah, niscaya Allah akan meluaskan rejeki kepada mereka. Ma’an ghadaqan pada ayat itu bermakna al-katsiir (banyak). [Imam Baidlawiy, Tafsir Baidlawiy, juz 5/399-400]

Diriwayatkan dari Ibnu Abi Najih, dari Mujahid, bahwasanya makna surat Jin ayat 16 adalah, seandainya mereka istiqamah di jalan Allah, niscaya Allah akan memberi mereka harta yang banyak. Penafsiran serupa juga diketengahkan oleh Sa’id bin Jabir , al-A’masy, al-Minhal. Sedangkan menurut Qatadah, maknanya adalah, seandainya mereka beriman, niscaya Allah akan meluaskan rejeki mereka di dunia. [Imam Thabariy, Tafsir al-Thabariy, juz 29/115]

Ali Al-Shabuniy menjelaskan firman Allah di atas (surat Jin : 16) sebagai berikut, “Seandainya orang-orang kafir itu beriman, dan istiqamah di atas syariat Islam, niscaya Allah akan meluaskan rejeki mereka, dan melapangkan urusan dunianya. Al-Maa’ al-ghadaq merupakan tamsil dari rejeki yang banyak. Al-Thariiqah adalah thariqah Islam (jalan Islam) dan taat kepada Allah. Dengan demikian maknanya adalah, seandainya mereka istiqamah di atas jalan itu, niscaya Allah akan melapangkan rejeki mereka, seperti firmanNya, “Seandainya penduduk negeri itu beriman dan bertaqwa, sungguh akan Kami bukakan bagi mereka keberkahan-keberkahan dari langit dan bumi..”[Lihat Ali al-Shabuniy, Shafwat al-Tafaasiir, juz 3/460; lihat juga al-Tashiil li 'Umuum al-Tanziil, juz 4/154; Tafsir al-Thabariy, juz 29/73]

Inilah keutamaan-keutamaan yang akan didapatkan orang-orang yang istiqamah di jalan Allah swt.

Kiat Menjaga KeistiqamahanAdapun kiat untuk menjaga keistiqamahan diri dapat diringkas sebagai berikut;

Pertama, mengembangkan ‘aqliyyah Islaamiyyah (system berfikir yang Islamiy). Caranya adalah dengan menambah dan memperbanyak ilmu dan tsaqafah Islam, agar seseorang semakin memahami halal dan haram. Untuk itu, hendaknya kita banyak menghadiri majelis ilmu dan memiliki motivasi yang kuat untuk terlibat aktif di dalamnya. Cara berikutnya adalah dengan banyak dan rajin membaca buku pemikiran Islam baik yang menyangkut masalah aqidah maupun syariat (fiqh); dan lain sebagainya.

Kedua, mengembangkan nafsiyyah (system kejiwaan). Kiatnya, memupuk ketaatan kepada Allah swt dengan menjalankan seluruh perintahNya dengan penuh keikhlasan. Mendekatkan diri kepada Allah swt dengan memperbanyak amalan-amalan sunnah (membaca al-Quran, sholat Dluha, Thahajjud, dan sebagainya). Melatih kecenderungan kita ke arah yang baik (taqwa), serta menjauhkan diri kita dari kecenderungan yang buruk

Kesimpulan

  1. Istiqamah di jalan Allah, yakni senantiasa teguh dan konsisten untuk menjaga keimanan, dan teguh dalam menjalankan semua perintah Allah swt merupakan kewajiban bagi setiap kaum Muslim.
  2. Siapa saja yang istiqamah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan banyak keutamaan, diantaranya adalah; pertama, penjagaan malaikat baik di kehidupan dunia maupun akherat. Kedua, karunia yang melimpah ruah, berujud harta yang banyak, kelapangan usaha, dan kebahagian hidup di dunia dan akherat.
  3. Keistiqamahan di jalan Allah direfleksikan dalam bentuk; teguh dalam keimanan, ikhlash dalam perbuatan, dan selalu menunaikan seluruh kewajiban.


Comments

Popular posts from this blog

kawan, sahabat atau teman?????

kepentingan ibadah puasa

KISAH BAU KASTURI DAN ZINA